Kamis, 09 Oktober 2008

Rugi Ratusan Juta, Lega Bisa Istirahatkan Jantung: Mereka yang Degdegan Saat Bursa Terjun Bebas

[JAWA POS] - Harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) kemarin rontok terkena dampak lanjutan krisis finansial di Amerika. Akibatnya, otoritas bursa terpaksa menghentikan perdagangan. Inilah potret beberapa investor yang sport jantung sejak pagi.

DUA laptop milik Ramson Siagian sejak pagi kemarin terus hidup. Lewat peranti canggih itu mata anggota DPR tersebut hampir tak berkedip memantau pergerakan harga saham di BEI.

Ramson adalah satu dari sedikit orang di Indonesia yang pemain aktif di pasar modal. Tahun lalu, bersamaan dengan booming bursa di tanah air, dia mendapat keuntungan lumayan besar. Besarnya setara gaji setahun plus tunjangan yang dia terima selama satu tahun sebagai wakil rakyat di Senayan.

Namun, pada Rabu "kelabu" kemarin, peruntungan itu berubah 180 derajat. "Semua investor menghadapi situasi yang kacau balau, karena harga semua saham anjlok," ujarnya.

Anggota Komisi XI DPR itu enggan menyebut berapa persis kerugian yang diderita akibat gonjang-ganjing di BEI beberapa hari terakhir. Alasannya, seorang investor tidak akan pernah mau mengutarakan kerugian yang dia alami. "Itu tidak etis. Yang jelas, kalau untungnya saja bisa ratusan juta, kerugiannya juga bisa segitu," lanjutnya.

Menurut Ramson, keputusan BEI menghentikan perdagangan saham pukul 11.08 kemarin merupakan pilihan terbaik. Meski kondisi pasar menjadi stagnan, hal itu cukup membantu untuk tidak makin merugikan investor. "Setidaknya kita bisa tidur nyenyak. Istirahatkan jantung dulu, sebelum pasar kembali dibuka. Ambil napas dululah," ungkapnya,

Dalam situasi seperti itu, pria yang selalu membawa laptop -termasuk saat bermobil- untuk memantau pergerakan harga saham itu mengakui sebagian besar investor sudah mengalami potential loss.

"Kalau sahamnya belum dijual tapi posisinya sudah rugi, ya berarti potential loss. Tapi, ada juga yang sudah berani jual rugi dalam kondisi ini," katanya.

Sebagai investor, dia harus berani menanggung risiko apa pun, termasuk merugi dalam jumlah sangat besar. Itu sudah menjadi risiko semua orang yang bermain saham. "Bisa saja saat ini kekayaan melimpah, tapi besok tiba-tiba bangkrut karena harga semua saham turun drastis. Kalau seperti sekarang ini, mana ada (investor) yang tidak rugi, " tuturnya.

Kunci bermain saham, kata dia, harus cepat mengambil keputusan untuk buy (membeli) atau sell (menjual). Meski begitu, ketenangan berpikir dan kesabaran juga harus tetap ada. Karena itu, dia menyediakan dua laptop untuk mendukung profesi "sambilan"-nya tersebut. "Pas harga naik turun nggak boleh lepas dari laptop. Kalau satunya mati, bisa ganti laptop satunya lagi," tambahnya.

Ramson berharap kondisi pasar kembali membaik, setidaknya sampai harga saham yang dimiliki mencapai titik impas. "Kita nggak lagi mikir keuntungan kalau sudah begini. Yang penting harganya balik saja," harapnya.

Meski begitu, dia yakin kondisi pasar saham kembali normal seperti sedia kala. Sebab, fundamental ekonomi dan emiten yang ada sekarang ini cukup baik. Ini berbeda dengan kondisi pada krisis ekonomi 1998. "Dulu (1998) itu pas banyak utang (dalam valuta asing) perusahaan yang jatuh tempo. Sekarang emiten-emiten itu kan sehat, jadi saya yakin pasti harganya bisa kembali," katanya optimistis.

Menurut dia, ketidakstabilan pasar saham Indonesia saat ini diakibatkan masih besarnya porsi dana asing yang menguasai pasar. Saat dampak krisis keuangan AS meluas, banyak investor asing dari Eropa, Jepang, atau Asia lainnya yang menarik dana. "Yang kecil lalu ikut-ikutan," jelasnya.

Investor domestik lainnya, Airlangga Hartarto, juga mengakui bahwa saat ini banyak investor yang rugi, terutama investor individu. Tapi, investor institusi masih banyak yang bertahan. Ini karena investor individu tidak banyak memiliki pengetahuan soal saham. "Banyak yang panik kemudian ikut-ikutan menarik sahamnya," ungkapnya.

Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA yang juga ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) itu menilai kepanikan itulah yang menyebabkan investor menderita kerugian luar biasa.

"Ada yang berani jual meski ruginya banyak sekali. Ini yang menyebabkan bursa jatuh. Kalau menurut saya, nggak usah disebut angka-angka (kerugian) itu," cetusnya.

Airlangga berharap penghentian perdagangan pasar modal berlangsung hingga Jumat. Artinya, perdagangan baru dimulai lagi Senin depan. Sebab, jika pemerintah tidak memiliki formula yang jitu untuk mengatasi, percuma perdagangan bursa kembali dibuka. "Biar saja di-suspend lama, yang penting investor selamat. Bukan tambah hancur," jelasnya.

Seperti Airlangga, imbas krisis keuangan Amerika Serikat yang merontokkkan bursa dunia dan Indonesia itu juga berimbas ke kehidupan M.A. Aristyawan. Investor yang beberapa tahun belakangan aktif mengadu peruntungan di pasar modal itu terpaksa gigit jari dalam empat bulan terakhir. Indeks Harga Saham Gabungan kemarin ambrol ke level 1.451, dengan hanya membukukan nilai transaksi total Rp 952,16 juta.

Aristyawan memiliki sekitar 20 saham yang tersebar di berbagai sektor seperti perbankan, komoditas, properti, hingga infrastruktur. Kendati demikian, dia enggan menyebutkan besaran dana yang dihabiskan untuk membeli saham.

"Saya tidak mau cut loss (menjual sekarang untuk menghindari kerugian lebih besar). Daripada saya jual rugi, lebih baik saya tidak bertransaksi dulu. Sudah sekitar empat bulan saya pasif di pasar modal," ujar pria yang sehari-hari berprofesi sebagai dokter itu.

Sabtu, 04 Oktober 2008

Airlangga Hartarto, ketua umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Bicara Prospek Pasar Modal Domestik : Butuh Lebih Banyak Investasi Jangka Panjang

[JAWA POS] - Pasar modal domestik ikut limbung terimbas krisis finansial global. Agar tak terpuruk lebih dalam, pasar modal Indonesia butuh investasi jangka panjang. Mengapa? Berikut petikan wawancara wartawan Jawa Pos Eri Irawan dengan Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA :

Apa prioritas program AEI?

Kami terus mendorong penerapan good corporate governance. Itu syarat mutlak untuk menciptakan dunia bisnis yang lebih baik lagi. Kita juga sudah berhasil mendorong penerapan pajak yang lebih rendah.

Sejauh mana AEI mampu berperan dalam mendorong pasar modal kita?

Sudah cukup bagus, tapi harus terus didorong. Misalnya, dalam pembuatan regulasi, AEI sudah dilibatkan sejak awal. Posisi tawar asosiasi di mata otoritas bursa terus membaik. Kita juga mampu mendorong kebijakan perpajakan yang lebih ramah bagi pasar modal.

Bagaimana Anda memandang posisi pasar modal dalam pengembangan perekonomian?

Sangat strategis, semua negara yang perekonomiannya maju, pasti ditopang oleh pasar modal yang kuat. Saya ingin menegaskan, tak ada dikotomi antara pasar modal dan sektor riil. Pasar modal itu sektor riil. Lihat saja, semua emiten itu kan champion-nya di masing-masing sektor. Misalnya, di sektor pertambangan, champion-champion-nya listing di bursa. Itu semua riil, ada pegawainya, ada lahannya, dan sebagainya.

Bursa memerah sangat dalam, padahal kondisi fundamental emiten masih sangat kokoh. Apa sebenarnya sentimen positif yang bisa kembali menggerakkan saham-saham emiten? Lewat aksi korporasi, mungkin?

Sentimen positif tidak akan bisa diberikan oleh emiten-emiten, terutama lewat aksi korporasi yang biasanya bisa memulihkan bursa. Mau aksi korporasi bagaimana? Kalau ekspansi kan butuh pendanaan. Padahal, lembaga keuangan dan investasi sekarang semua kesulitan. Mau pakai duit apa untuk aksi korporasi?

Kondisi bursa yang seperti ini menunjukkan bahwa investor kita masih sangat berparadigma jangka pendek?

Bisa dikatakan demikian. Karena itu, kita butuh investasi jangka panjang. Itu hanya bisa didapatkan dari dana pensiun-dana pensiun. Regulasi harus mendorong tumbuhnya dana pensiun. Kalau investor lokal kita banyak didominasi oleh dana pensiun, tentu akan jauh lebih baik. Sebab, horizon investasi dari mereka kan sangat jangka panjang, tidak akan melihat volatilitas jangka pendek.

Otoritas bursa menerbitkan sejumlah regulasi di tengah kondisi pasar yang bearish. Ada harapan itu bisa menyuntikkan sentimen positif ke pasar.

Sebenarnya bagus, tapi ada beberapa yang terlambat. Misalnya, pelarangan short selling. Pasar sudah telanjur bearish, itu seharusnya dilakukan ketika pasar masih bullish.

Tapi, khusus yang relaksasi IPO (initial public offering, Red) cukup bagus. Itu membuat perusahaan-perusahaan yang mau go public punya waktu lebih untuk melihat momentum pasar, menyesuaikan dengan risiko-risiko yang ada.

Dari sudut pandang emiten, apa yang sebenarnya menyebabkan banyak perusahaan di Indonesia masih belum mau go public?

Salah satunya, dan ini harus diakui, adalah bursa masih kurang menarik bagi perusahaan untuk mendapatkan pendanaan. Jadi, bukan masalah budaya tidak mau transparan. Yang penting bagi pengusaha adalah mencatat kinerja bagus, tidak mungkin mereka mau perusahaannya dikelola ala kadarnya. Bahwa perusahaan keluarga tidak mau transparan, itu keliru.

AEI ikut mendorong UMKM masuk ke bursa?

Secara prinsip, iya. Tapi, kita harus realistis. Masalahnya, di bursa itu kan perdagangan di secondary market. Otomatis, yang diincar adalah saham-saham blue chip. Artinya, kalau UMKM masuk saja, tapi tidak likuid, ya percuma saja.

Sebagai pengusaha, saat ini sektor finansial sedang limbung, apa sumber pendanaan yang bisa diandalkan?

Cukup sulit karena semua lembaga keuangan sedang kesulitan. Modal ventura juga kurang berkembang. Namun, sebenarnya solusi pendanaan ada pada instrumen syariah.

Karena produk jasa keuangan syariah tak terkait dengan subprime mortgage?

Benar, memang instrumen syariah ini tidak ada hubungannya dengan subprime mortgage. Karena itu, syariah tentu menjadi solusi. Tapi, instrumen ini kurang berkembang karena kita masih ribut soal pajak ganda. Padahal, Malaysia sudah berbenah sejak 1970-an, kita baru giat sekarang. Kuncinya untuk pengembangan instrumen syariah ini hanya satu, regulasinya diperbaiki.

Senin, 02 Juni 2008

AEI Terima Peraturan "Tender Offer" Baru

[KOMPAS] -Asosiasi Emiten Indonesia atau AEI menyambut baik langkah Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan mengeluarkan peraturan Pengambilalihan Perusahaan Terbuka yang baru.

AEI menilai peraturan baru itu bisa menghindari banyaknya perusahaan yang berencana beralih dari perusahaan terbuka ke perusahaan tertutup (go private).

Ketua Umum AEI Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA, Selasa (1/7) di Jakarta, mengatakan, dengan peraturan Pengambilalihan Perusahaan Terbuka yang lama, sangat banyak pihak yang dapat melakukan penawaran tender (tender offer), yaitu hanya dengan mengambil alih 20 persen saham perusahaan terbuka.

Ironisnya, setelah melakukan tender offer dan menguasai seluruh saham, perusahaan terbuka itu justru diubah menjadi perusahaan tertutup.

”Ini banyak terjadi. Lama-lama perusahaan terbuka berkurang terus. Karena itu, kami mendukung kalau syarat tender offer ditingkatkan,” ujar Airlangga.

Sejak tahun 2007, sedikitnya 12 perusahaan terbuka memutuskan untuk go private, antara lain PT Multi Agro Persada Tbk, PT Komatsu Indonesia, dan PT Makindo Tbk.

Tender offer adalah penawaran untuk membeli saham publik yang dilakukan pemegang saham pengendali yang baru setelah mengakuisisi saham perusahaan terbuka dalam jumlah tertentu.

Dalam peraturan Pengambilalihan Perusahaan Terbuka yang baru, yang dikeluarkan Bapepam-LK tanggal 30 Juni 2008, disebutkan bahwa kewajiban penawaran tender hanya dikenakan kepada pengendali baru perusahaan terbuka yang memiliki saham lebih dari 50 persen dari saham disetor penuh.

Selain mengatur perusahaan yang dapat melakukan penawaran tender, peraturan Bapepam-LK yang baru itu juga mengatur soal jumlah saham yang harus dimiliki masyarakat.

Disebutkan bahwa jika penawaran tender mengakibatkan pengendali baru memiliki saham lebih dari 80 persen, pengendali baru wajib mengalihkan saham perusahaan tersebut ke masyarakat paling lama dua tahun sejak pelaksanaan penawaran sehingga saham yang dimiliki masyarakat minimal 20 persen dari modal disetor.

”Ketentuan ini memberikan kesempatan bagi pengendali baru untuk melakukan konsolidasi dan mengelola perusahaan yang baru diambil alih,” kata Airlangga Hartarto.

Direktur Bursa Efek Indonesia Erry Firmansyah menyatakan, selain mencegah banyaknya perusahaan yang go private, peraturan Pengambilalihan Perusahaan Terbuka yang baru akan mempertahankan likuiditas bursa karena saham yang dimiliki publik masih cukup banyak.

Namun, Analis Independen-Aspirasi Indonesia Research Institute (AIR Inti), Yanuar Rizky, menilai, peraturan Bapepam- LK yang baru itu kurang berpihak kepada pemegang saham minoritas. Menurut dia, seharusnya pengendali baru yang memiliki saham di atas 80 persen langsung mengalihkan sebagian sahamnya ke masyarakat saat itu juga, tidak harus menunggu dua tahun.

”Kalau memang peraturan baru ini untuk menjaga likuiditas, kenapa tidak langsung saat itu juga 20 persen saham disisakan kepada publik,” katanya.

Jumat, 21 September 2007

Ir Airlangga Hartarto MMT MBA : Lokomotif Pasar Modal

[SUARA KARYA] - Salah satu lokomotif dan sekaligus penggerak pasar modal di Indonesia adalah Ir Airlangga Hartarto MMT MBA. Sosok pekerja keras kelahiran Surabaya 1 Oktober 1962 ini sudah menorehkan tinta emas bagi perkembangan dan kemajuan emiten dalam beberapa tahun terakhir ini.

Bagaimana tidak, dia berhasil menggolkan adanya insentif pajak bagi perusahaan terbuka (Tbk). Dia mampu meyakinkan Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak bahwa insentif pajak diperlukan guna mendorong perkembangan pasar modal ke depan, baik dari sisi jumlah perusahaan yang akan mencatatkan sahamnya di lantai bursa maupun dari segi likuiditas.


Politisi dari Partai Golar ini menyambut baik keputusan Menkeu yang menetapkan insentif pajak 5 persen bagi perusahaan yang saham publiknya mencapai 40 persen. "Yang penting AEI dapat insentif. Kita terima dan menunggu sampai ke luar. Dengan adanya pemberian insentif berarti pemerintah pun menyadari bahwa diperlukan insentif untuk menggairahkan atau mendorong likuiditas di pasar modal," kata Airlangga tentang insentif pajak yang akan berlaku efektif pada tahun 2008 itu.

Selasa, 03 Oktober 2006

Pembebasan pajak dividen Singapura bisa pacu dual listing : 'Indonesia tak perlu tiru Singapura'

[BISNIS INDONESIA] - Dunia usaha nasional masih menunggu perkembangan pembebasan pajak dividen yang dilakukan Singapura dan menduga kebijakan itu hanya bagian kecil dari serentetan insentif yang akan segera diluncurkan.

Namun, mereka meminta pemerintah Indonesia tidak latah dan gegabah menyikapinya. Sebab, serentetan insentif tersebut dipercaya mengarah pada pembentukan pusat industri keuangan perbankan serta korporasi padat modal di kawasan Asean.

Dengan kata lain, apa yang dilakukan Singapura itu tidak selalu cocok untuk ditiru dengan mengingat situasi dan karakter riil perekonomian Indonesia yang berbeda. Tapi kalaupun tidak, pemerintah mesti memerhatikan negara lain di kawasan yang sama, Vietnam.

Demikian diungkapkan Presiden Komisaris PT Bangun Cipta Siswono Yudhohusodo yang juga pemilik sejumlah usaha peternakan-perkebunan dan Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA, Presiden Komisaris PT Fajar Surya Wisesa Tbk dan Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI).

"Kita berada di antara Singapura yang terus memberi insentif di sektor industri keuangan perbankan dengan pajak korporat rendah, dan Vietnam yang terus membuat murah biaya investasi padat karya dengan pajak perorangan rendah," kata Siswono di Jakarta, kemarin.

Modal asing Vietnam berorientasi ekspor hanya terkena PPh korporat 10% selama masa investasi, ditambah tax holiday empat tahun, dan 50% pengurangan pada empat tahun berikutnya, atau bahkan delapan tahun pada kasus tertentu.

Kemudian ada pengurangan sewa lahan. Proyek berorientasi ekspor yang melibatkan modal asing hanya butuh registrasi, yang berarti sudah mendapat izin secara otomatis selama 15 hari sejak registrasi.

Sebelumnya, Singapura bersiap membebaskan pajak dividen dalam rencana amendemen UU Pajak Penghasilannya. Hal ini dikhawatirkan akan memicu pelarian modal Indonesia ke Singapura. (Bisnis, 2 Okt.).

Dual listing


Ketua AEI Airlangga Hartarto mengatakan penghapusan pajak dividen di negara itu akan menjadi insentif yang sangat menarik bagi emiten bursa efek Indonesia guna melakukan pencatatan ganda (dual listing) di bursa efek Singapura.

"Insentif pajak di pasar modal Singapura sudah jauh lebih banyak dibandingkan pasar modal kita, termasuk pajak korporat yang besarannya hanya setengah dari yang ditetapkan Indonesia," katanya

Airlangga percaya, kalau pajak dividen dibebaskan, di luar faktor lain seperti pendanaan, tawaran dual listing di Singapura akan menjadi makin menarik bagi perusahaan Indonesia yang berniat menggali dana publik di Singapura.

Siswono menyebut rencana pemerintah seperti paket investasi, infrastruktur, RUU Pajak, RUU Investasi, dan seterusnya, semua sudah tepat. Masalahnya, implementasinya yang tidak ada.

Sektor riil, kata dia, merasakan betul bagaimana beratnya bersaing dengan perusahaan dari negeri tetangga yang ditopang serangkaian insentif, termasuk kekuatan modal yang bersumber dari bunga bank komersial yang begitu rendah, sekitar 4%.

Parahnya, kelemahan modal perusahaan Indonesia-yang bersumber bunga bank komersial sekitar 16%-masih harus ditambah kondisi infrastruktur domestik yang parah, merajalelanya praktik ekonomi biaya tinggi, serta inefisiensi birokrasi.

"Lihat, ongkos angkut sapi dari Bima- Jakarta 160 kali lebih mahal dari Darwin-Jakarta. Ongkos kontainer 30 kaki Jakarta-Batam dua kali lebih mahal ketimbang dari Jakarta-San Francisco," kata Siswono.

Mulai 1 Januari 2003 pemerintah Singapura menerapkan sistem pajak korporat satu tingkat (one-tier system). Di bawah sistem ini, PPh korporat dipungut di tingkat korporat saja, dan sifatnya final.

Sistem pemajakan itu, kutip situs resmi Depkeu Singapura, menyederhanakan jenis pajak dan mengurangi biaya kepatuhan dan administrasi korporat. Dengan begitu, hambatan distribusi dividen dihilangkan, hingga dividen yang diterima pemegang saham meningkat.

Pemerintah Singapura membuat periode transisi dalam penerapan sistem itu, terhitung mulai 1 Januari 2003 sampai 31 Desember 2007.

Minggu, 20 Februari 2005

Perlu Insentif Bawa Perusahaan di Panggung Gelap ke Publik

[BISNIS INDONESIA] - Kepada wartawan Bisnis Algooth Putranto dan M. Sarwani, Ketua Umum AEI periode 2005-2008 Airlangga Hartarto menuturkan harapan, rencana, dan program-programnya selama dia menjabat. Berikut petikannya:
Menjadi Ketua Umum AEI periode 2005-2008 mempunyai arti strategis karena sejak awal tahun ini kapitalisasi pasar di bursa sudah mencapai hampir Rp700 triliun atau lebih dari 30% produk domestik bruto nasional (PDB) sebesar Rp2.300 triliun. Bagaimana organisasi seperti AEI berperan pada masa mendatang menjadi sangat penting.

Setelah vakum beberapa waktu lamanya karena ditinggal ketua umumnya, Gunadharma Hartarto yang meninggal di Houston, Texas, AS, pada 16 April 2004 akibat penyakit kanker paru-paru, Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menggelar Musyawarah Anggota VI pada Rabu, 16 Februari 2005.

Musyawarah tersebut digelar untuk memilih ketua umum organisasi perusahaan yang menerbitkan efek seperti saham atau obligasi kepada publik (emiten) untuk periode 2005-2008, disamping mengubah anggaran dasar/anggaran rumah tangga.

Dan yang mengejutkan banyak orang, musyawarah kali ini dihadiri lebih dari duapertiga anggota atau sekitar 73%. Dari total anggota AEI sebanyak 340 emiten, sekitar 250 emiten hadir, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

Dalam musyawarah tersebut terpilih Airlangga Hartarto yang meraih 126 suara, lebih banyak empat suara dibandingkan pesaingnya Edwin Kawilarang yang meraih 122 suara, sementara dua suara dinyatakan tidak sah.

Anda sudah resmi menjadi Ketua Umum AEI, kira-kira dari 10 program, mana yang paling mendesak untuk dilakukan?

Tentu saja untuk jangka pendek adalah pembentukan kepengurusan. Nanti dari pembentukan kepengurusan, tentu saja saya harus berbicara kembali dengan Pak Ruru [Bacelius Ruru].

Karena dalam hal ini kan kami sudah berjanji dalam satu paket sehingga dari sini kami akan prioritaskan.

Lalu kami mengajak anggota untuk merespons kira-kira menurut mereka [mana yang terbaik]. Kami kan sudah melemparkan program kepada mereka apa yang dianggap penting dan prioritas.

Bagaimana dengan komposisi pengurus?

Komposisi masih dibicarakan, karena ini kan organisasi profesi. Jadi ya tentunya dalam kepengurusan ini akan saya bicarakan juga dengan Pak Ruru, lalu dengan Pak Edwin [Edwin Kawilarang].

Emiten juga terbagi ke beberapa sektor, apakah kepengurusannya akan mengikuti pembagian tersebut?

Organisasi seperti Kadin kan sudah melakukan [penyusunan pengurus] per sektor. Kami kan konsepnya mungkin berbeda dengan itu. Nah, itu tentu akan kami bicarakan dengan rekan-rekan [anggota asosiasi].

Kira-kira ke depan, apa yang menjadi titik tekan pengurus AEI yang baru?

Penekannya tentu, karena kami mempunyai satu suara untuk masalah regulasi dan AEI merupakan telinga dari market ya mau tidak mau yang utama adalah pengkajian. Pengkajian mengenai regulasinya seperti apa? Kemudian, tentu kami melihat international law-nya seperti apa. Dengan demikian kami petakan isu-isu yang kurang kondusif yang bisa didorong [ke arah yang lebih baik].

Apa tanggapan Anda atas sambutan Pjs Ketua Bapepam Darmin Nasution tentang MoU antara Bapepam, BI, dan DJLK untuk mengurangi risiko sistemik industri pasar modal?

Ya, risiko itu kan terkait dengan disclosure. Artinya investor kan memiliki hak untuk memilih dan itu terkait kepada informasi yang dia terima. Nah, itu tentu terkait dengan transparansi tadi. Kalau itu sudah transparan dan semuanya baik maka tentunya akan berjalan normal.

Sebab emiten dan investor kan tidak dipaksa untuk [melakukan] investasi ke salah satu saham. Any time mereka bisa keluar. Karena ini kan namanya pasar modal baik itu untuk investasi saham, maupun obligasi.

Any time mereka bisa keluar. Nah, mengenai exit mechanism ini seberapa jauh mereka memiliki informasi yang cukup sehingga mereka bisa mengambil keputusan, tidak ketinggalan.

Maksudnya?

Contoh kasus Bank Global. Informasi yang ada [tentang perusahaan itu] datang belakangan, sehingga [investor] kecebur. Nah, itu contoh ada lack time antara disclosure apa yang terjadi di perusahaan itu dengan informasi yang masuk ke masyarakat. Nah, ini yang tentunya perlu dipelajari.

Yang ramai dibicarakan saat ini adalah rencana penerapan laporan elektronik (e-reporting) oleh Bursa Efek Jakarta terhadap emiten, sikap AEI bagaimana?

Ya, secara prinsip e-reporting itu baik, artinya ada transparansi. Selain itu, pelaporan secara timely (setiap saat). Namun, tentu perlu dikaji apa yang terjadi.

Nah, itu tentu perlu dikaji lagi, dan saya belum mau berkomentar tentang ini karena harus bicara juga dengan pengurus, karena ini bukan opini saya sendiri. Tetapi opini dari saya, pengurus, dan anggota AEI.

Dalam kurun waktu kepengurusan selama tiga tahun kedepan, bagaimana membuat semua anggota berperan dan tidak hanya bergairah di masa-masa awal?

Mengenai anggota, hari ini [musyawarah] merupakan hal yang baik. Dimana baru pertama kali Munas AEI dihadiri oleh lebih daripada dua pertiga anggota. Ini sebuah hal yang luar biasa.

Artinya,momentumnya ada sehingga anggota juga peduli dengan apa yang terjadi di dalam organisasi dan ingin mengetahui apa yang terjadi, bahkan mereka juga mempelajari aturan organisasi.

Perihal hubungan ke depan antara AEI dan otoritas semacam Bapepam dan BEJ?

Hubungan secara personal sangat baik sebab saya kenal semua. Secara organisasi, kembali kepada kepentingan anggotanya di mana.

Jadi itu senada dengan imbauan Darmin Nasution yang mengharapkan ada komunikasi personal sebelum melempar permasalahan ke luar.

Ya, tepat sekali

Tetapi sebenarnya apa harapan dari anggota?

Harapan dari anggota itu, mesti kita terjemahkan apa? They have come with spesific idea

Apakah sebelumnya sudah pernah ada dialog antara Anda dan anggota ?

Dialog sudah ada dengan beberapa emiten semisal melalui telepon, tetapi tentunya mesti dimasukkan di dalam program, dijabarkan di dalam kepengurusan

Salah satu harapan anggota yang paling mendesak?

Secara teknis, misalnya, ada emiten yang khawatir ada pemain pasar yang melakukan cornering [mempermainkan harga saham untuk mendapatkan untung]. Nah, ini kan suatu hal dimana sahamnya dipegang oleh seseorang kemudian diambil alih oleh satu corporate action [aksi korporasi]. Ada yang mengemukakan hal seperti itu.

Kemudian ada yang merasa kapitalisasinya kecil takut bertemu dengan media, perlu berhati-hati dan perlu [mengetahui] bagamana caranya [menghadapi media]. Tentu ini semua kan membutuhkan advokasi supaya baik untuk semua.

Artinya memang ini adalah panggung yang harus disorot, namanya juga perusahaan terbuka sehingga ada upaya bagaimana mereka nyaman di situ.

Bursa efek Jakarta termasuk yang terbaik di Asia, ke depannya kira-kira bagaimana?

Ke depannya tentu kita lihat anggota AEI hanya 340 perusahaan dan itu dalam dua tahun terakhir relatif stagnan. Ya, langkah ke depan tentu adalah insentif yang akan kami minta kepada pemerintah. Apa yang bisa pemerintah berikan agar perusahaan-perusahaan yang berada dalam panggung gelap (private) tertarik untuk go public.

Saya ilustrasikan jumlah wajib pajak perusahaan kena pajak (WP PKP) sejak 1996 berjumlah 326.191 pada 2000 meningkat menjadi 402.038. Rata-rata 52% dari jumlah itu tidak aktif atau dianggap tidak operasional karena tidak melaporkan SPT ke Kantor Pajak.

Sebaliknya dari jumlah WP PKP terdaftar per tahun yang aktif hanya 48% atau 175.077. Namun jumlah PKP yang memenuhi kewajiban pajaknya sangat kecil. Dari situ yang menjadi anggota emiten hanya 340. Ini kan persentase yang kecil sekali, tetapi ini kan yang menanggung pajak pemasukan bagi negara untuk bujut yang 70%-80%.

Berbicara tentang pengalaman berorganisasi, kalau dilihat Pak Edwin memiliki jam terbang lebih banyak. Bagaimana Anda melihat ini?

Ya, kalau dilihat pak Edwin banyak, dan saya sendiri juga tidak kurang banyak. Hanya saja saya sederhanakan. Yang sudah-sudah tidak saya jabarkan seperti pernah menjadi ketua kompartemen di Kadin. Tetapi karena itu sudah berakhir ya tidak saya tulis.

Kemudian juga hal-hal yang tidak relevan dengan organisasi profesi, apakah itu di organisasi masyarakat, alumni, dan sebagainya itu kan apa urusannya [dengan AEI].

Tetapi itu menjadi background untuk memimpin?

Ya, menurut saya pengalaman organisasi itu menjadi background karena saya kan aktivitasnya dari berbagai sektor sehingga saya banyak bertemu dengan masyarakat dari berbagai lapisan masyarakat di pelosok tanah air, baik dari lapisan masyarakat paling bawah sampai hanya alumni perguruan tingi atau SMA. Kan pola pemikirannya berbeda-bedan, sehingga ini yang mewarnai background saya.

Saya juga katakan dalam organisasi-organisasi tersebut kalau tidak di ketua umum, bendahara umum, kalau tidak menjadi sekjen. Jadi semua sudah saya rasakan dalam tatanan organisasi.

Jadi sebetulnya mempunyai dasar yang cukup kuat untuk memimpin organisasi?

Dan juga saya selalu mengedepankan anggota. Artinya, menjadi ketua kan tidak perlu harus terus-menerus menjalankan fungsi sebagai public relations.

Soal anggota AEI yang mendukung Pak Edwin, bagaimana merangkul mereka supaya bisa bersama-sama membangun organisasi?

Tentu saja nanti kami akan melakukan konsolidasi ke dalam, tidak ada, misalnya, unsur saya dan Pak Edwin. Siapapun kami satu, emiten dan organisasi profesi. Dan bursa ini terlalu kecil untuk kami buat seperti itu. Jadi itu persoalan yang relevan ke depan. Saya tadi sudah berbicara dengan selain kepada Pak Edwin, juga dengan yang lain. Semua kan kawan.


Rabu, 16 Februari 2005

Airlangga Hartarto Terpilih Sebagai Ketua AEI

[DETIK DOTCOM] - Musyawaran Nasional Asosiasi Emiten Indonesia (Munas AEI) akhirnya memilih Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA sebagai ketua AEI untuk periode 2005-2008. Airlangga unggul 4 suara dari pesaingnya Edwin Kawilarang.

Dalam Munas yang berlangsung di Hotel Grand Hyat, Jakarta, Rabu (16/2/2005), dari jumlah suara yang dihitung sebanyak 251 suara, Airlangga berhasil memperoleh 126 suara dan Edwin Kawilarang 122 suara dengan suara tidak sah 2 suara.

Airlangga mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan meminta pemerintah untuk mempercepat UU Pasar Modal. Selain itu pengurus AEI yang baru akan mendengarkan kebutuhan para anggotanya baik menyangkut kebijakan pemerintah maupun dari otoritas bursa.

Selain itu AEI juga akan minta insentif pemerintah untuk kemajuan pasar modal Indonesia. "Kita berharap kebijakan yang dibuat pemerintah Indonesia jangan mendistrosi kepentingan pasar karena pasar itu sangat independen dan dibutuhkan transparansi dan penegakan hukum yang kuat," papar Airlangga.

Mengenai masalah e-reporting yang banyak dikeluhkan emiten, Airlangga menjelaskan hal itu juga akan menjadi prioritas pengurus AEI yang baru. "Sebenarnya e-reporting itu positif, namun harus dibicarakan lagi supaya ada titik temu," tegasnya.

Untuk pembuatan UU pasar modal, Airlangga mengatakan, sesuai dengan yang dijanjikan DPR dalam waktu 1 tahun UU itu selesai.

Sementara pengamat pasar modal Dandossi Matram mengatakan, kebanyakan emiten yang memilih Airlangga adalah emiten independen serta perusahaan BUMN karena ada pengaruh dari Bacellius Ruru yang mencalonkan sebagai calon Dewan Penasehat dari kubu Airlangga.

Dandossi berharap AEI terus menjadi organisasi yang kritis baik kepada pemerintah maupun terhadap kebijakan bursa.

Airlangga Hartarto, pria kelahiran Surabaya 1 Oktober 1962 merupakan anak dari mantan Perindustrian dan perdagangan era Soeharto Ir Hartarto. Jebolan Teknik Mesin UGM ini sekarang tercatat sebagai anggota DPR. Airlangga merupakan adik Gunadarma Hartarto, ketua AEI sebelumnya yang telah meninggal dunia tahun lalu.

Sejumlah jabatan yang disandang Airlangga diantaranya adalah Komisaris PT Sorini Corporation tbk, Preskom PT Polypet Karyapersada dan Presdir PT Polyprima Karyareksa.